LOGO

This is a free blogger layout from Www.BestTheme.Net blogger site. Feel free to edit and apply for your template.

Detail

Welcome to My Blog

Silakan dilihat...
tapi awas, jangan di jilat.... nanti bisa kualat
hehehehehheheeh
gratis Oks...tanpa dipungut biaya

Khusus bulan April, merupakan Edisi CerPen / CerPil...


Hana dalam bahasa Jepang berArti Bunga

Ya Allah, Aku mencintainya,
dan sebisa mungkin takkan menyakitinya...
jika dia memang untukku...

tapi jika tidak,
aku akan relakan dia pergi...
tapi....aku Mohon...
Jangan biarkan dia kembali...

On Selasa, Mei 26, 2009 0 komentar

Kau datang membawa Rasa
Kau datang membawa Luka
Kau datang membawa Cinta
Tapi tak pernah kau beri Rasa

Kau pergi membawa Rindu
Yang membuatku takut untuk bertemu
Kau kembali membawa Ragu
Yang kian membelenggu Hatiku

Aku pernah terLuka
Aku pernah terTawa
Hanya karena satu kata
Yang hingga sekarang tak dapat Kucerna

Kau panggil aku dengan kata Cinta
Tapi tak pernah kau beri Cinta
Kau membuat aku selalu bertanya
Rasa apa yang kini sedang kau Rasa

Aku lemah Aku kalah
Karena aku lebih dulu rasakan Cinta

On Senin, Mei 18, 2009 0 komentar

Aku masih duduk terdiam diruang tunggu RS bersama Iqbal, temen di sekolah baruku. Kami berdua hanya menunggu kabar selanjutnya dari Dokter tentang keadaan Agung yang kini tengah di periksa.

“Kak Hana” panggil cica, gadis kecil kesayangan Agung, “Cica senang, bisa ketemu lagi ma Kak Hana… kata kak Agung, kak Hana pindah sekolah ya…” lanjut Cica yang kini berdiri tepat di depanku.
“Kak Hana masih terlihat cantik seperti kata kak Agung” jelasnya lagi dan aku hanya tersenyum. “Kata kak Agung, Cica harus seperti kak Hana kalo udah besar nanti… cantik, pinter, baik,… pokoknya semua dhe..” katanya lagi lalu tersenyum padaku dengan polosnya. “Kak Agung sayang banget sama kak Hana, soalnya setiap hari selalu kak Hana dan kak Hana,, bahkan kamar kak Agung dipenuhi foto-foto kak Hana” lanjutnya dengan ceria, Cica masih terlalu kecil untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Oh iya… kak Hana kok sekarang ga pernah maen kerumah lagi??” Tanya Cica dengan wajah penasaran, dia gat au kalau sebenarnya aku dan Agung semuanya dah selesai.
“Kak Hana sibuk..” jawabku singkat walau sebenarnya aku memang sengaja mencari kesibukan untuk melupakan semua.
“Kemaren kak Agung nangis lho, sambil memandangi foto kak Hana” kata Cica segera.

Deg...
Jantungku yang kemaren mati seakan bergerak dan tumbuh, jantungku yang baru hancur kini kembali seperti semula.
“Kenapa?”
“Ga tau, tapi...” jawab Cica dan tak melanjutkan kata-katanya, sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu…

“Kak Hana sayang ga sama kak Agung?” Tanya Cica kemudian dan membuatku kaget.
Pertanyaan itu seperti memukul hatiku keras dan perlahan aku meneteskan air mata yang sedari tadi sudah aku tahan.
“Kenapa? Kak Hana kok nangis?” Tanya Cica lagi, aku hanya menggelengkan kepala dan tersenyum padanya lalu segera memeluknya.
“Sayang banget… bahkan Cica dah kakak anggap seperti adik kakak sendiri” jawabku pelan dan kuusap air mataku.
Cica tersenyum manis mendengar jawabanku, seakan dia tau apa yang ditanyakannya barusan mempunyai sebuah arti lebih.

“Cica sini…!” panggil Om Roni, ayah agung sambil melambaikan tangannya,
“Ya pah…, kak bentar ya…” kata Cica dan melangkah dengan cepat menemui ayahnya.
“Jadi ini, alasan yang ingin kamu tunjukkan padaku?” Tanya Iqbal setelah beberapa saat Cica berlalu.

“Sebenarnya apa yang terjadi pada Agung?” Tanya Iqbal penasaran, karena sedari tadi aku tak memberitahu dia keadaan yang sebenarnya terjadi.
“Agung sakit Bal, dia sakit!” jawabku pelan seraya menundukkan wajah “Sakit parah!” lanjutku lirih dan kembali meneteskan air mata.

“Kak… kak Hana” panggil Cica yang sekarang sudah ada di sampingku sambil menyodorkan sebuah sapu tangan yang sangat aku kenal,
ini milik Agung!! hadiah dariku dulu, aku masih terdiam dan memandangi sapu tangan itu lekat, tapi aku tersentak ketika Cica mengusapkan sapu tangan itu di pipiku, mengusap air mataku yang meleleh dipipi.

“Kak Hana jangan nangis ya… itu pesan kak Agung!” kata Cica sambil tersenyum lalu kubalas dengan senyum pula.
“Oh iya, ini…” kata Cica lagi sembari memberikan foto berbingkai kayu padaku, fotoku bersama Agung.
Aku memandang Cica dengan heran.
“Foto itu yang sering kak Agung pandangi, sekarang foto itu milik kak Hana” lanjut Cica
“Lalu…”
“Kak Agung ga perlu foto itu lagi sekarang” kata Cica dengan senyum polosnya,
“Maksud kamu?” tanyaku penasaran
“Ayo ikut… ayo kak…!!!” kata Cica dan menarik tanganku menuju kamar inap Agung,

Kulihat para dokter berhamburan keluar dari kamar yang kami tuju itu, dan Iqbal mengikutiku dari belakang.
Cica berhenti didepan pintu kamar inap agung dan memandangiku lalu kulihat ayah Agung keluar,
“Cica, ayo ikut papah… kita beli Es Cream” ajak Om Roni lalu dengan segera Cica mengangguk senang.
“Hana, Agung pasti senang kalo dia tau kamu datang menjenguk” kata om Roni dan melangkah pergi bersama Cica.

Kubuka pelaan pintu ruang inap Agung, tapi aku benar-benar belum siap kalau harus melihat keadaan Agung yang kata bunda sudah sangat parah, aku ga tega kalau harus melihat tubuh Agung dipenuhi selang-selang untuk membantunya bernafas dan mengalirkan cairan infuse dan darah ke dalam tubuhnya.

“Han…” panggil Iqbal lirih setelah mendengar suara isak tangis dari Mama Agung dari dalam,
“Agung” kataku lirih dan melangkahkan kaki pelan memasuki ruang serba putih yang sepertinya menjadi kamar tetap Agung.
Cica benar, Agung selalu membawa fotoku kemanapun.
“Tante…” panggilku lirih setelah kulihat tante Kris, mama Agung terisak sembari menggenggam erat tangan Agung lalu dengan segera menghampiri aku dan memelukku
“Hana…” panggilnya dengan tangis, “Agung Han…” lanjutnya, aku mulai penasaran, apa yang sebenarnya telah terjadi?
Aku segera mencari tau apa yang menyebabkan tangisan tante Kris,
Deg……
Jantungku rasanya berhenti berdetak saat kulihat alat pengontrol jantung yang ada disamping Agung berhenti bekerja,
“Mungkinkah Agung??” batinku lirih, tapi aku benar-benar tidak percaya, ga mungkin!!!
Tapi kenapa tante Kris… apa Agung…???
Perlahan tante Kris melepaskan pelukkannya dan menjauh dariku.
Kudekati Agung perlahan,
“Agung…” panggilku pelan dan kuraih tangannya, tangan yang terasa mulai dingin.
Ya … Agung ninggalin aku, benar-benar ninggalin aku sendiri. Setitik demi setitik air mataku mulai jatuh menetes dan kini semakin deras,
Kubelai pipinya pelan, lalu kupeluk erat tubuhnya yang kini tak berdaya, aku benar-benar berada dititik terberat,
“Gung,,, hari ini aku Ulang tahun, kamu masih ingat kan??” tanyaku dengan isak tangis “Kamu belum ngucapin Met Ultah ke aku, aku berharap kamu orang pertama yang ngucapin itu!” lanjutku berat, “Ayo gung,, ngomong!!” kataku lagi.

“Han,, Hana, kamu ga boleh seperti itu, kamu harus bisa menerima ini” kata Iqbal pelan
“Gung… ngomong!!”
“Han… kalau kamu seperti itu, kamu hanya akan membuat mama Agung bertambah berat merelakan Agung!!” kata Iqbal lagi, “Ayo kita keluar” lanjutnya
“Ga Bal,, Agung dah janji, dan aku yakin dia pasti menepati janjinya seperti biasa” jawabku segera
“Tapi Agung dah pergi… kamu hanya akan menipu dirimu sendiri” kata Iqbal lagi “Han… sadar, coba kamu tenangkan dirimu, ayo Han… kamu harus menerima semuanya” lanjut iqbal dan memaksaku berdiri

Aku masih bersama isak tangisku
“Agung ga boleh pergi, ini hanya mimpi, mimpi buruk bagiku. Ya kan Bal, katakan Bal… kalo ini hanya mimpi” kataku memaksa, sembari kuguncang tubuh Iqbal yang seakan pasrah
“Katakan Bal… kalo ini hanya mimpi…” kataku lagi dengan tangis
“Han… Han… udah Han, udah…” kata Iqbal dan memelukku.
“Ini Cuma mimpi kan?” kataku pelan yang masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi.

***

Pagi ini langit terlihat gelap, dan perlahan satu persatu butiran bening mulai menetes dan semakin deras. Seakan seakan langit tau apa yang telah terjadi, langit ikut menangis.

“Hana, kamu jadi pulang ke Bali hari ini??” Tanya Bunda sembari mendekatiku yang tengah duduk diteras.
“Han…” panggil bunda lagi setelah tak mendapati jawaban dariku, “Hana” panggilnya lagi setelah melihatku sedang memandangi foto berbingkai kayu yang tempo hari cica berikan padaku.
“Han… bunda tau, tapi…” kata Bunda setelah duduk sisebelahku tapi aku meninggalkannya
“Hana mau kekamar Bunda” kataku pelan dan pergi.
Aku mengurung diri dikamar seharian, aku menolak bertemu dengan siapapun hari ini, aku ga mau melepas semua kenangan bersama Agung. Aku masih ingin disini sebelum aku pulang ke Bali memulai kehidupan baru disana.

“Han… Bunda boleh masuk??” kata Bunda setelah sempat mengetuk pintu
“Ya.. Bunda” jawabku yang masih mengemasi barang-barang yang ada hubungannya dengan Agung, sudah aku putuskan untuk menyimpan semua kenangan bersama Agung, bukan untuk dilupakan tapi untuk disimpan.
“Kamu sedang apa??” Tanya Bunda sembari melangkah masuk kekamarku, “mau diapakan barang-barang itu??” Tanya Bunda lagi.
“Disimpan, terlalu banyak kenangan” jawabku datar
“Han… sebenarnya bunda mau ngomong ini udah lama” kata Bunda memulai pembicaraan, “Ini, ada kiriman kado saat hari Ulang tahun kamu, tapi karma waktu itu…” kata Bunda tapi tak dilanjutkan,
“Ga apa-apa Bunda, kado dari siapa Bunda?” lanjutku dengan senyum walau terasa aneh.
“Bunda ga tau, tidak ada nama pengirimnya” jawab Bunda dan menyerahkan kado itu.
“Makasih Bun…” kataku setelah menerima kado itu, Bunda hanya tersenyum
“Bunda keluar dulu ya…” kata bunda dan beranjak pergi
“Bunda…” panggilku segera
“Ya”
“Maaf yang tadi pagi ya…”
“Ga apa-apa saying… Bunda ngerti kok” jawab Bunda dengan senyum, Bunda berlalu dengan senyum lega yang ada di bibirnya.


Aku masih meneteskan air mata dan perlahan ku kembangkan senyum, senyum lega karena semuanya tidak menghilang begitu saja. Aku peluk erat boneka pemberian Agung sembari kuputar ulang rekaman video darinya sebagai kado Ulang tahun untukku.
Ya… kiriman paket tempo hari itu memang dikirim oleh Agung, aku tau dia tak pernah mengingkari janjinya.

***

Dan sekarang aku masih disini, tetap berusaha mencari apa yang selama ini ingin aku temui… tetap berharap dan yakin walaupun agung sekarang tidak ada disampingku lagi, tapi aku masih bisa terus menyayangi dia, sebisaku, semampuku…
Setidaknya senyum polos Cica dan riang suara canda guraunya bisa mengobati rasa rinduku padanya.
Bukan untuk diLupakan dan tak terLupakan